Pasuruan, Antaradaily.com – Sejumlah wartawan yang menghadiri acara pemusnahan barang bukti minuman keras (miras) dan knalpot brong di halaman Mapolres Pasuruan mengaku kecewa. Mereka menilai kegiatan tersebut lebih bertujuan meningkatkan citra dan rating Polres Pasuruan di mata Polda Jatim, ketimbang benar-benar menegakkan hukum.
Acara yang dihadiri oleh Pejabat Utama (PJU) Polres Pasuruan, Kodim, dan Forkopimda ini menuai banyak kritik, terutama terkait asal-usul barang bukti yang dimusnahkan. Beberapa wartawan mempertanyakan dari mana miras tersebut diperoleh, karena sejauh ini tidak pernah terdengar ada penggerebekan besar yang dilakukan oleh Polres Pasuruan terhadap pedagang miras ilegal.
Salah satu wartawan yang hadir mengungkapkan, bahwa banyak barang bukti miras yang dimusnahkan bukan hasil sitaan atau penggerebekan, melainkan didapat dengan cara meminta atau bahkan membeli dari pedagang.
“Kapan pernah Polres Pasuruan melakukan penggerebekan besar terhadap pedagang miras? Bukti konkritnya ada tidak?” ujarnya dengan nada geram. Kamis 20/03.
Hal ini menimbulkan kecurigaan, bahwa pemusnahan hanya sekadar formalitas untuk mendapatkan perhatian atasan. Alih-alih menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum, Polres Pasuruan justru dinilai hanya ingin mencari muka tanpa langkah konkrit dalam memberantas peredaran miras ilegal di wilayahnya.
Kekecewaan tidak berhenti di situ. Beberapa wartawan yang meliput acara tersebut juga merasa disepelekan. Mereka mengungkapkan bahwa tidak ada perhatian atau kompensasi dari pihak kepolisian atas kerja mereka dalam meliput dan menyebarluaskan berita acara pemusnahan tersebut.
“Polres Pasuruan ini seperti hanya ingin mendongkrak rating di depan Polda Jatim, tapi tidak memikirkan bagaimana kinerja kami di lapangan. Seharusnya ada bentuk penghargaan atau setidaknya sedikit pengertian kepada para wartawan yang bekerja di bawah panas terik,” kata salah satu wartawan yang hadir.
Tak hanya itu, muncul pula keluhan tentang dugaan praktek kotor yang dilakukan oleh oknum polisi yang bertugas di bagian lalu lintas. Seorang oknum yang biasa mangkal di wilayah Pandaan disebut-sebut bermitra dengan para “matel” (mata elang) jalanan.
“Kalau ada kendaraan yang plat nomornya tidak sesuai dengan rangka, langsung disita. Tapi yang jadi masalah, kalau pemiliknya ingin mengambil kendaraan mereka, malah diminta uang damai yang jumlahnya tidak main-main, bisa mencapai puluhan juta rupiah,” ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Menurut informasi yang beredar, oknum tersebut memasang tarif damai mulai dari Rp5 juta hingga Rp20 juta per kasus. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi maupun untuk memperlancar urusan jabatan di internal kepolisian.
Situasi ini semakin membuat wartawan geram. Mereka menilai bahwa ada ketimpangan antara pencitraan yang dilakukan Polres Pasuruan dengan realitas yang terjadi di lapangan.
“Polisi ingin naik jabatan, tapi kami sebagai wartawan justru semakin sulit. Tidak ada pengertian, tidak ada perhatian. Mereka hanya sibuk membangun citra, tapi menutup mata terhadap persoalan di dalam institusinya sendiri,” ujar salah satu wartawan asal Pasuruan.
Dengan berbagai persoalan ini, wartawan meminta agar Polres Pasuruan lebih transparan dalam menjalankan tugasnya. Jika benar-benar ingin menegakkan hukum, maka harus ada tindakan nyata, bukan hanya sekadar acara seremonial yang hanya untuk menaikkan citra di mata atasan.
Sementara itu, dugaan permainan oknum polisi dengan matel juga harus segera diusut agar masyarakat tidak terus menjadi korban.
Wartawan berharap, ke depannya Polres Pasuruan bisa lebih profesional, tidak hanya mencari perhatian dengan cara yang justru mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian (khusunya Polres Pasuruan Polda Jatim).
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak terkait belum dapat dikonfirmasi oleh media ini. (Hbl)