PASURUAN, ANTARAdaily.com – Skandal penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mengguncang Kabupaten Pasuruan. HR, warga Dusun Patuk, Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, diduga menjadi otak di balik praktik pengoplosan BBM ilegal yang merugikan masyarakat dan negara.
Dari hasil investigasi, HR menjalankan aksinya dengan menggunakan tiga kendaraan. Suzuki Carry silver tertutup terpal biru, Nissan Serena putih, dan Daihatsu Gran Max Citizen putih. Kendaraan-kendaraan ini diduga mengangkut jeriken berkapasitas besar berisi BBM bersubsidi yang telah dioplos.
“Setiap kali beraksi, HR menggunakan tiga mobil penuh jeriken besar,” ungkap Erwin, sumber yang diduga mengetahui praktik ini, Rabu (05/03/2025).
HR, disebut-sebut mengoplos Pertalite agar menyerupai Pertamax dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. Modusnya, membeli BBM ke wilayah Pandaan pada siang hari, sementara pada malam hari, ia membeli BBM di wilayah Purwosari dan Purwodadi.
Lebih mengejutkan, HR diduga memiliki jaringan kuat dan bahkan menyuap oknum tertentu dengan “atensi bulanan” agar bisnis haramnya tetap aman.
“Siangnya dia ambil ke arah utara, tapi tidak tahu pasti di mana. Kalau malam, dia beli di Purwosari dan Purwodadi. Bahkan, ada informasi bahwa HR rutin memberikan atensi ke sejumlah oknum,” lanjut Erwin.
Tak hanya beroperasi di Pasuruan, HR juga disebut menjalankan praktek serupa di Malang, Pujon, dan Batu. Bahkan, dua tahun lalu ia sempat ditangkap Polres Kediri atas kasus serupa, namun tetap bisa kembali beroperasi.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, HR bungkam dan memilih memblokir kontak wartawan ketimbang memberikan klarifikasi.
Setelah memperoleh BBM ilegal dalam jumlah besar, HR diduga menjualnya kembali ke pom mini di berbagai wilayah, termasuk Nongkojajar, Gerbo, Tutur, hingga Tosari.
Kasus ini menjadi perhatian serius, mengingat dampaknya terhadap kelangkaan BBM bersubsidi dan kemungkinan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi bisnis ilegal ini.
Sebagai informasi, penyalahgunaan BBM bersubsidi diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelaku bisa dijerat hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Selain itu, penyimpanan BBM tanpa izin bisa dikenai penjara 3 tahun dan denda Rp30 miliar, sedangkan pengangkutan ilegal dapat berujung penjara 4 tahun dan denda Rp40 miliar.
Hingga berita ini diturunkan, HR tetap bungkam, sementara masyarakat mendesak aparat segera menindak tegas mafia BBM yang merugikan rakyat.
Bersambung – (hambali/tim/red)